AKHLAK
ANAK TERHADAP ORANGTUA DAN MURID TERHADAP GURU
A. Akhlak terhadap
orang tua
Orang tua adalah penyebab perwujudan
kita. Kalaulah mereka itu tidak ada, kitapun tidak akan pernah ada. Orang tua
adalah orangorang yang bersedia berkorban demi anaknya, tanpa memperdulikan apa
balasan yang akan diterimanya.
Berikut ini beberapa adab yang baik dan akhlak yang mulia kepada orang
tua:
1. Tidak memandang orang tua dengan pandangan yang
tajam atau tidak menyenangkan
2. Tidak meninggikan suara ketika berbicara dengan
orang tua
Dalil kedua ada di atas adalah hadits Al
Musawwir bin Makhramah radhiallahu’anhu mengenai bagaimana adab para Sahabat
Nabi terhadap Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam,
disebutkan di dalamnya:
وإذا تكَلَّمَ خَفَضُوا أصواتَهم عندَه ، وما
يُحِدُّون إليه النظرَ؛ تعظيمًا
“jika
para sahabat berbicara dengan Rasulullah, mereka merendahkan suara mereka dan
mereka tidak memandang tajam sebagai bentuk pengagungan terhadap Rasulullah”
(HR. Al Bukhari 2731).
Syaikh Musthafa Al ‘Adawi mengatakan: “setiap
adab di atas terdapat dalil yang menunjukkan bahwa adab-adab tersebut merupakan
sikap penghormatan”.
Maka dari hadits ini merendahkan suara dan
tidak memandang dengan tajam merupakan akhlak yang mulia dan sikap penghormatan
yang tentu sangat layak untuk kita terapkan kepada orang tua. Karena merekalah
orang yang paling layak mendapatkan perlakuan yang paling baik dari kita.
Sebagaimana telah dijelaskan pada materi sebelumnya.
3. Tidak mendahului mereka dalam berkata-kata
Diantara adab yang mulia kepada orang tua
adalah tidak mendahului mereka dalam berkata-kata dan mempersilakan serta
membiarkan mereka berkata-kata terlebih dahulu hingga selesai. Lihatlah
bagaimana Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu menerapkan adab ini. Beliau berkata:
كنَّا عندَ النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليْهِ
وسلَّمَ فأتيَ بِجُمَّارٍ، فقالَ: إنَّ منَ الشَّجرةِ شجَرةً، مثلُها كمَثلِ
المسلِمِ ، فأردتُ أن أقولَ: هيَ النَّخلةُ، فإذا أنا أصغرُ القومِ، فسَكتُّ،
فقالَ النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليْهِ وسلَّمَ: هيَ النَّخلةُ
“kami
pernah bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam di Jummar, kemudian Nabi
bersabda: ‘Ada sebuah pohon yang ia merupakan permisalan seorang Muslim’. Ibnu
Umar berkata: ‘sebetulnya aku ingin menjawab: pohon kurma. Namun karena ia yang
paling muda di sini maka aku diam’. Lalu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun
memberi tahu jawabannya (kepada orang-orang): ‘ia adalah pohon kurma’”
(HR. Al Bukhari 82, Muslim 2811).
Ibnu Umar radhiallahu’anhuma melakukan demikian karena adanya para
sahabat lain yang lebih tua usianya walau bukan orang tuanya. Maka tentu adab
ini lebih layak lagi diterapkan kepada orang tua.
4. Tidak duduk di depan orang tua sedangkan mereka
berdiri
Dalilnya hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu:
اشتكى رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فصلينا
وراءَه وهو قاعدٌ, وأبو بكرٍ يُسْمِعُ الناسَ تكبيرَه, فالتفتَ إلينا فرآنا قيامًا
فأشار إلينا فقعدنا, فصلينا بصلاتِه قعودًا. فلما سلَّمَ قال: إن كدتُم آنفًا
لتفعلون فعلَ فارسَ والرومِ, يقومون على ملوكِهم وهم قعودٌ. فلا تفعلوا. ائتموا
بأئمَّتِكم. إن صلى قائمًا فصلوا قيامًا وإن صلى قاعدًا فصلوا قعودًا
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengaduh (karena sakit), ketika itu kami shalat
bermakmum di belakang beliau, sedangkan beliau dalam keadaan duduk, dan Abu
Bakar memperdengarkan takbirnya kepada orang-orang. Lalu beliau menoleh kepada
kami, maka beliau melihat kami shalat dalam keadaan berdiri. Lalu beliau
memberi isyarat kepada kami untuk duduk, lalu kami shalat dengan mengikuti
shalatnya dalam keadaan duduk. Ketika beliau mengucapkan salam, maka beliau
bersabda, ‘kalian baru saja hampir melakukan perbuatan kaum Persia dan Romawi,
mereka berdiri di hadapan raja mereka, sedangkan mereka dalam keadaan duduk,
maka janganlah kalian melakukannya. Berimamlah dengan imam kalian. Jika dia
shalat dalam keadaan berdiri, maka shalatlah kalian dalam keadaan berdiri, dan
jika dia shalat dalam keadaan duduk, maka kalian shalatlah dalam keadaan duduk”
(HR. Muslim, no. 413).
Para ulama mengatakan dilarangnya hal tersebut
karena merupakan kebiasaan orang kafir Persia dan Romawi. Maka hendaknya kita
menyelisihi mereka.
5. Lebih mengutamakan orang tua daripada diri
sendiri atau iitsaar dalam perkara duniawi
Hendaknya kita tidak mengutamakan diri kita
sendiri dari orang tua dalam perkara duniawi seperti makan, minum, dan perkara
lainnya. Sebagaimana hadits dalam Shahihain mengenai kisah yang diceritakan oleh
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengenai tiga orang yang terjebak di
dalam gua yang tertutup batu besar, kemudian mereka bertawassul kepada Allah
dengan amalan-amalan mereka, salah satunya berkata:
اللهمّ ! إنه كان لي والدان شيخان كبيران .
وامرأتي . ولي صبيةٌ صغارٌ أرعى عليهم . فإذا أرحتُ عليهم ، حلبتُ فبدأتُ بوالدي
فسقيتُهما قبل بنيّ . وأنه نأى بي ذاتَ يومٍ الشجرُ . فلم آتِ حتى أمسيتُ
فوجدتُهما قد ناما . فحلبتُ كما كنت أحلبُ . فجئتُ بالحلابِ . فقمت عند رؤوسِهما .
أكرهُ أن أوقظَهما من نومِهما . وأكرهُ أن أسقيَ الصبيةَ قبلهما . والصبيةُ
يتضاغون عند قدمي . فلم يزلْ ذلك دأبي ودأبُهم حتى طلع الفجرُ . فإن كنت تعلم أني
فعلتُ ذلك ابتغاءَ وجهِك ، فافرجْ لنا منه فرجةً ، نرى منها السماءَ . ففرج اللهُ
منه فرجةً . فرأوا منها السماءَ
“Ya Allah sesungguhnya saya memiliki orang
tua yang sudah tua renta, dan saya juga memiliki istri dan anak perempuan yang
aku beri mereka makan dari mengembala ternak. Ketika selesai menggembala, aku
perahkan susu untuk mereka. Aku selalu dahulukan orang tuaku sebelum
keluargaku. Lalu suatu hari ketika panen aku harus pergi jauh, dan aku tidak
pulang kecuali sudah sangat sore, dan aku dapati orang tuaku sudah tidur. Lalu
aku perahkan untuk mereka susu sebagaimana biasanya, lalu aku bawakan bejana
berisi susu itu kepada mereka. Aku berdiri di sisi mereka, tapi aku enggan
untuk membangunkan mereka. Dan aku pun enggan memberi susu pada anak
perempuanku sebelum orang tuaku. Padahal anakku sudah meronta-ronta di kakiku
karena kelaparan. Dan demikianlah terus keadaannya hingga terbit fajar. Ya
Allah jika Engkau tahu aku melakukan hal itu demi mengharap wajahMu, maka
bukalah celah bagi kami yang kami bisa melihat langit dari situ. Maka Allah pun
membukakan sedikit celah yang membuat mereka bisa melihat langit darinya“.
Semoga yang sedikit ini bermanfaat. Wabillahi at taufiiq was sadaad.
Referensi: Fiqhul Ta’amul ma’al Walidain,
Asy Syaikh Al Muhaddist Musthofa Al ‘Adawi hafizhahullah
- Jika suatu saat kamu disuruh berbohong oleh ibu
atau ayah, sebaiknya katakan kepada keduanya bahwasanya allah melihat
kita.
- Jangan sekali-kali membantah perintah orang tua
dengan nada kesal dan ngotot, sebab tidak akan mambuahkan hasil. Akan
tetapi hadapi dengan tenang dan penuh keyakinan dan percaya diri.
- Ayah dan ibu itu manusia biasa yang tak luput dari kesalaha dan kekurangan. Jangan posisikan kedua orang tua seperti nabi yang tak pernah berbuat salah. Maafkan mereka, bila kita anggap cara dan perintah orang tua bertentangan dari hati nurani atau nilai-nilai yang kamu yakini kebenarannya.
B. Akhlak murid
terhadap guru
Guru merupakan orang yang bejasa
terhadap sang murid.dengan kata lain guru merupakan orang yang mendidik dan
memberikan ilmu pengetahuan kepada murid diluar bimbingan orang tua dirumah,sehingga
akhlakul karima terhadap guru perlu di rerapkan sebagaimana akhlak kita
terhadap orang tua.
Adapun kode etik terhadap guru meliputi
:
Ibn jama’ah menyusun
kode etik yaitu:
- Murid harus mengikuti guru yang dikenal baik
akhlak, tinggi ilmu dan keahlian, berwibawa, santun dan penyayang. Ia
tidak mengikuti guru yang tinggi ilmunya tetapi tidak saleh, tidak waras,
atau tercela akhlaknya.
- Murid harus mengikuti dan mematuhi guru.
- Murid harus mengingat hak guru atas dirinya
sepanjang hayat dan setelah wafat.
- Murid bersikap sabar terhadap perlakuan kasar
atau akhlak buruk guru. Hendaknya berusaha untuk memaafkan perlakuan
kasar, turut memohon ampun dan bertaubat untuk guru.
- Murid harus menunjukkan rasa berterima kasih
terhadap ajaran guru.
- Murid tidak mendatangi guru tanpa izin lebih
dahulu, baik guru sedang sendiri maupun bersama orang lain.
- Harus duduk sopan didepan guru. Missalnya, duduk
bersila dengan tawadu’, tenang, diam, posisi duduk sedapat mungkin
berhadapan dengan guru, atentif terhadap perkataan guru sehingga tidak
membuat guru mengulangi perkataan.
- Bekomunikasi dengan guru secara santun dan lemah-
lembut.
- Jika guru mengungkapkan satu soal, atau kisah
atau sepenggal sair yang sudah dihafal murid, ia harus tetap mendengarkan
dengan antusias, seolah-olah belum pernah mendengar.
- Murid tidak boleh menjawab pertanyaan guru
meskipun mengetahui, kecuali guru memberi isyaratia memberi jawaban.
- Murid harus mengamalkan tayamun (mengutamakan
yang kanan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar